Tuesday, February 21, 2006
Share
Seribu Kumbang Dua Mawar Berduri
Greg. S.A.K
Tertulislah kisah tentang bungga Mawar
Di tengah belukar yang penuh dengan duri
Mereka memang bungga mawar yang sedang mekar. Segar, matanya berbinar, tapi bikin onar. Pancaran matanya dan keindahan tubuhnya memang menghipnotis setiap mata yang menatapnya. Kehadirannya laksana bidadari turun dari kayangan melewati pelangi dan mandi di kali. Namun tempat turunnya bidadari itu bukanya sebuah kalai bening ataupun telaga biru, tapi ladang belukar yang penuh dengan duri. Suatu tempat yang penduduknya kurang harmonis , sinis satu dengan yang lain tapi, bermulut manis. Saling iri untuk menghampiri, saling dengki untuk memulai. Pimpinannya hanya tukang perintah yang tak mau dibantah. Apalagi penduduknya suka terserah dan ogah untuk bergairah alasannya mereka sedang gerah. Melihat bidadari turun dari kayangan para pemuda segera membunyikan kentongan, memanggil warga yang terlenan oleh tiupan kotak ajaib berantena. Lingkungan yang tadinya tenang tak bergelombang tiba-tiba histeris , melankolis, dan miris. Mulailah mulut-mulut crat, crit, crut bahakan lubang kentut juga ikutan ribut. Berita tentang turunnya sang bidadari mulai tersebar, lebar, dan bikin jantung pada pemuda berdebar.
Semerbak harumnya yang tiada tara
Siapapun ingin memetik bunga itu
Mulailah di warung kucingan dan rumah tempat nongkrong para pemuda terdengar cerita-cerita laksana turunya wahyu dari alam baka. Ada yang cerita sebelum turunya bidadari ke lingkungan mereka melihat bintang jatuh. Ada yang bermimpi ketika mereka bernyanyi di gereja melihat cahaya kemilau di altar. Ada yang suka meditasi dalam meditasinya melihat dua bidadari berpakaian putih bersih. Seorang lagi punya firasat ketika tiba-tiba bunga-bunga di kebunya mekar semua. Namun ada juga yang suka mengerutu, terasa lucu ketika anjingnya cuma beranak satu. Namun bagaimanapun juga kehadiran bidadari itu membuat lingkungan yang tadinya berjalan lamban tak ada perubahan tiba-tiba seolah punya energi baru yang siap mengerakan roda untuk melesat secepat kilat.
Seolah-olah mendapat firasat dunia akan kiamat, tiba-tiba banyak pemuda yang bertobat. Sang pendekar mabuk yang tiap malam minggu duduk terkantuk-kantuk mengengam botol yang menyebabkan uhuk ketika bertemu dengan bidadari itu hanya tunduk , dadanya bergemuruh seolah-olah diaduk-aduk, dan sekarang tidap malam ia hanya merasa dirnya seekor pungguk. Ketua pemuda yang harusnya bijaksana dan selalu menyapa ketika berjumpa, tiba-tiba lupa akan tugas dan terlena berada dekat bidadari tiap harinya dan melupakan kewajibanya bahawa ia harus memberi teladan dan contoh bagi anggotanya. Sekarang bukan teks-teks gereja lagi yang dipegangnya namun lagu milik dewa yang tidap malam didendangkannya. Jugaragan hape yang selalu leda-lede dan memble sekarang dandanannya sok kece, perlente, dan ngomongya lu..lu..gue…gue, tapi kadang kere karena tak kuasa terperdaya oleh rayuan wanita yang mempesona hatinya. Pengusaha wartel yang dulunya kucel, sering gateldan bandel tak punya udel yang selalu menebar pesona pada semua wanita disekitarnya (termasuk gadis tahun 45 kaleeeee! red), sekarang menjadi satun, romantis, menawan dan sok pahlawan setelah tertawan sang perawan, seorang keturunan yang suka hura-hura, foya-foya, dan nggaya setelah bersitatap dengan bidadari menjadi mandiri, baik hati, rapi, jiak bidadri sendirian ia rela mengantar kemanapun sang bidadari ingin pergi. Seorang karismatik yang nyentrik sekarang pikirannya penuh intrik untuk menarik sang bidadari. Bahkan mantan ketua pemuda pusat yang sudah punya pacar, rela namanya cemar karena ketahuan berbuat onar dengan samar mendekati bidadari tatkala sang pacar berada diluar. Memang hadirnya bidadari membuat mata para pemuda mengaga, terpana, seolah berusah menutupi dirnya kalau ketahuan pikiranya penuh dosa. Berusah menahan birahi, terkaing-kaing, melolong-lolong , dan mengemis-ngemis butuh pengampunan dosa melihat bidadari di depan mereka
Banyaklah kumbang datang ingin menghisap madunya
Aduh sayang…..
Banyak kumbang yang mati karena tertusuk duri
Aduh malang…….
(mesakake tenan …….! red)
Beberapa waktu berjalan ternyata memabawa kesan. Bidadari yang melihat pelangi dan teman-temanya sedang mandi mandi dikali ingin pergi, sebab kehadiranya di bumi tak seperti yang ia kehendaki. Wanita-wanita yang dijjumpai dilingkungan seolah menyembuyikan kelawang dibalik kutang. Ada yang membawa belati karena iri. Ada yang membawa gergaji karena dengki, ada yang membawa tatah karena sebah. Ada yang membawa garpu kerena dibakar cemburu. Begitu juga para kumbang diam-diam saling asah pedang, dan ingin saling tusuk jika tak berhasil membujuk. Saling asah belati ingin unjuk gigi. Lebih parah lagi saling menjatuhan untuk memperoleh harapan. Meskipun setelah berhadapan langsung dengan bidadari ; pedang, kelewang, belati, gergaji, tatah, dan garpu itu akan jatuh berdentingan ke lantai tanpa ada satupun yang mau memungutnya dan membiarkanya berada disana karena terpesona. Mata bidadari itu akan membilas hati para pemuda dan wanita tadi. Matanya bagai lintah yang menyedot nanah dan dan darah kotor para pemuda untuk dikembalikannya menjadi darah segar yang bersih dan penuh cinta.
Keinginan untuk terbang kembali meninggalkan bumi masih terhambat karena dia belum menemukan seledang yang bisa mebawanya terbang. Selendang itu masih disembunyikan para kumbang dilubang terdalam hati mereka. Selama ini bidadari masih mencari selendang yang asli miliknya sendiri yang bisa membawanya terbang kekayangan. Yang aku tahu pasti selama ini hanya selendang palsu yang selalu di berikan sang kumbang tanpa kenal kasihan, dan hanya selendang palsu yang selalu ia temukan sehingga tatap tidak bisa membahagiakan hatinya. Semoga ada kumbang yang berbaik hati mengembalikan selendang milik bidadari. (siapa mau mbalikin? Agung, Mitro, Bayu atau Edgar? ….red)
Bramin, 23 April 2006
Sorri tulisan diedit supaya tidak menyinggung orang lain tapi maksud dan tujuan tulisan ini tidak berubah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment