Masa muda sungguh senang
Jiwa penuh dengan cita-cita
Sesama kaum muda. Ya mungkin itulah yang melandasi mereka sehingga punya inisiatif dan cita-cita untuk memajukan Mudika mereka. Dilahirkan di suatu lingkungan bagian dari Paroki membuat mereka selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang dan memberikan kegiatan yang berguna bagi mereka. Sebagai Ketua Mudika, Anggung selalu memikirkan hal ini. Kegiatan yang dijalani mudikanya selama ini hanyalah parkir, jaga buletin, dan tugas koor. Hanya itu. Sehingga ketika Mudikanya tidak mendapatkan tugas tiga hal tadi, banyak Mudikanya memilih berkegiatan di luar gereja seperti sekolah, kampus, kampung, dan komunitas lain. Mudika malah jarang menjadi organisasi pertama yang harus diprioritaskan. Mudika Paroki yang harusnya menjadi penjembatan diantara sesama Mudika Lingkungan kelihatannya juga vakum. Apa yang menjadikannya vakum juga kurang bisa dimengerti oleh para Ketua Mudika di lingkungan. Kevakuman Mudika Paroki berdampak dengan vakumnya Mudika di lingkungan karena jelas tidak mendapat suport dukungan dan energi dari atas. Ide kegiatan sangat banyak dan mungkin para pengurus Mudika Parokipun memiliki referensi tentang hal ini. Namun untuk mewujudkannya menjadi kegiatan yang nyata membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Tidak cukup hanya ide dan gagasan, namun tenaga pelaksana, prasarana, juga dana menjadi hal yang juga menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan.
Di Stasi, yang masih merupakan wilayah teritorial Paroki tidak jauh kondisinya dengan yang dialami di Paroki. Kegiatan yang dijalani juga hampir sama. Kevakuman juga dialami namun para pengurus Mudika Stasi menyadari pentingnya suatu “regenerasi” sehingga laju kegiatan Mudika tidak terputus. Maka pada tanggal 21 Oktober 2007 mereka mengadakan kegiatan kaderisasi yang diikuti perwakilan masing-masing Mudika Lingkungan di Stasi. “Outing” yang diselenggarakan di Kaliurang ini diikuti kurang lebih 100an peserta. Para peserta dari lingkungan inilah yang kedepannya akan menjadi calon pemimpin bagi Stasi mereka. Ria yang juga Ketua Mudikapun mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan Anggung atas mudika mereka. Sebagai ketua mudika “Socchissora” yang terdiri dari tiga lingkungan Barnabas, Sanjaya, dan Dominikus, dampak dari pemekaran wilayah menjadi tiga lingkungan membuat sulit untuk mengumpulkan kembali kaderisasi yang sudah dibangun lama. Sehingga meskipun lingkungan mereka berbeda dalam berkegiatan Mudika mereka selalu bersama dan tetap satu. Karena jika dipisah akan sulit mencari seorang pengurus yang sudah solit itu.
Awalnya hanya sebatas obrolan dan ide basa-basi. Tanpa sengaja Ria dan Anggung bertemu di suatu acara resepsi pernikahan. Dari obrolan sambil prasmanan itu, pembicaraan yang tadinya hanya koor dan lagu-lagu liturgi berkembang untuk lebih mengakrabkan diri. Tidak hanya mereka berdua tapi melibatkan dua Mudika yang berbeda wilayah dan lingkungan untuk mengadakan acara. Kebetulan keduanya sama-sama sebagai Ketua Mudika sehingga dari hanya sekedar ide tadi mereka teruskan ke teman-teman pengurus di Mudika masing-masing. Jika hanya Ide dan gagasan tanpa ditindaklanjuti tetap hanya menjadi sebuah pemikiran. Rapat sesama penguruspun dilakukan. Sepakatlah mereka untuk mengadakan acara keakraban antara “Mudika Socchissora” dan “Mudika Bramin”.
Dengan api yang tak kunjung padam
Selalu membakar dalam kalbu
Dengan semangat yang membara juga jiwa muda yang suka tantangan, diskusi tentang kegiatan apa yang akan dilaksanakan menjadi bagian yang menarik. “Brain Strorming” ini melibatkan para pengurus Mudika keduanya. Dari ide awal yang inginnya hanya bisa kenal satu sama lain melebar sampai “Sumpah Pemuda” karena acara yang akan diselenggarakan tanggal 28 Oktober 2007. Lebih melebar lagi kadang-kadang ngelantur sampai “Ajaran Sosial Gereja”, kadang juga menyinggung “Monoteisme” sehingga keinginan dan ide mereka sangat banyak namun sulit untuk mewujudkannya. Lalu setelah dikerucutkan dari jabaran gagasan yang beraneka macam itu mereka menyepakati bahwa tema kegiatan keakraban mereka adalah “Mudika = Mumet di Kepala”. Tema itu muncul dari pemikiran bahwa sangat sulit dan memusingkan ternyata mengurusi organisasi yang namanya Mudika itu.
Setelah beberapa kali rapat akhirnya jenis kegiatan yang disepakati adalah “outbound”. Persiapan teknispun dilakukan mulai dari membuat susunan panitia, membuat proposal, bagaimana menggalang dana agar kegiatan itu terwujud. Mas Anton yang dipercaya oleh teman-teman untuk menjadi ketua panitia dalam kegiatan ini. Berkat kerja keras panitia acara inipun bisa dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2007 di Gereja Pringgolayan yang mengambil tempat di halaman luarnya.
Masa mudaku masa yang terindah
Masa Tuhan memanggilku
Acara inti dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, para peserta diajak untuk merefleksikan kitap suci. Mereka disuruh membaca secara detil salah satu perikop dan mengartikannya kata demi kata. Lalu benda-benda yang ada di alam sekitar mereka yang ada di perikop itu mereka cari dan kumpulkan kecuali manusia. Dalam sesi ini para mudika diajak untuk kembali menyadari bahwa Allah menciptakan manusia, bumi beserta isinya. Manusia dituntut untuk mencintai dan menjaga keindahan alam sekitar mereka. Kecepatan, ketelitian, dan kemampuan memahami bahasa menjadi kunci dalam sesi ini.
Sesi kedua, peserta diajak untuk melewati 4 pos. Sebelumnya untuk menentukan siapa kelompok yang jalan dulu mereka harus melewati permainan tembak-tembakan. Di Pos pertama mereka akan bertemu dengan permainan kecepatan dan ketangkasan. Di Pos kedua, mereka akan bertemu dengan permainan “cecongoran” yang melatih wawasan mereka dan kecepatan berpikir. Di Pos tiga mereka akan bertemu dengan permainan “gentong bocor” yang melatih mereka bekerjasama, cepat, dan kompak. Di Pos keempat mereka akan merefleksikan apa yang mereka pahami dan maknai di ketiga pos sebelumnya.
Acara terakhir adalah memilih siapa yang menurut mereka dalam kelompok itu memiliki jiwa kepemimpinan yang paling tinggi lalu juga menentukan acara apa yang menurut mereka paling baik dilakukan antara Mudika Paroki Bintaran dan Mudika Stasi Pringgolayan. Dari hasil poling yang dilakukan, Mas Erwan dari Bramin memiliki skor tertinggi dalam perolehan suara “Orang yang memiliki leadership paling tinggi dalam kelompok mereka”. Kemudian acara weekend yang ada unsur menginapnya menjadi pilihan paling banyak dalam poling tersebut.
Masa mudaku masa yang kukenang
Kutinggalkan semua dosaku
La la la la la…..
Jiwa penuh dengan cita-cita
Sesama kaum muda. Ya mungkin itulah yang melandasi mereka sehingga punya inisiatif dan cita-cita untuk memajukan Mudika mereka. Dilahirkan di suatu lingkungan bagian dari Paroki membuat mereka selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang dan memberikan kegiatan yang berguna bagi mereka. Sebagai Ketua Mudika, Anggung selalu memikirkan hal ini. Kegiatan yang dijalani mudikanya selama ini hanyalah parkir, jaga buletin, dan tugas koor. Hanya itu. Sehingga ketika Mudikanya tidak mendapatkan tugas tiga hal tadi, banyak Mudikanya memilih berkegiatan di luar gereja seperti sekolah, kampus, kampung, dan komunitas lain. Mudika malah jarang menjadi organisasi pertama yang harus diprioritaskan. Mudika Paroki yang harusnya menjadi penjembatan diantara sesama Mudika Lingkungan kelihatannya juga vakum. Apa yang menjadikannya vakum juga kurang bisa dimengerti oleh para Ketua Mudika di lingkungan. Kevakuman Mudika Paroki berdampak dengan vakumnya Mudika di lingkungan karena jelas tidak mendapat suport dukungan dan energi dari atas. Ide kegiatan sangat banyak dan mungkin para pengurus Mudika Parokipun memiliki referensi tentang hal ini. Namun untuk mewujudkannya menjadi kegiatan yang nyata membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Tidak cukup hanya ide dan gagasan, namun tenaga pelaksana, prasarana, juga dana menjadi hal yang juga menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan.
Di Stasi, yang masih merupakan wilayah teritorial Paroki tidak jauh kondisinya dengan yang dialami di Paroki. Kegiatan yang dijalani juga hampir sama. Kevakuman juga dialami namun para pengurus Mudika Stasi menyadari pentingnya suatu “regenerasi” sehingga laju kegiatan Mudika tidak terputus. Maka pada tanggal 21 Oktober 2007 mereka mengadakan kegiatan kaderisasi yang diikuti perwakilan masing-masing Mudika Lingkungan di Stasi. “Outing” yang diselenggarakan di Kaliurang ini diikuti kurang lebih 100an peserta. Para peserta dari lingkungan inilah yang kedepannya akan menjadi calon pemimpin bagi Stasi mereka. Ria yang juga Ketua Mudikapun mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan Anggung atas mudika mereka. Sebagai ketua mudika “Socchissora” yang terdiri dari tiga lingkungan Barnabas, Sanjaya, dan Dominikus, dampak dari pemekaran wilayah menjadi tiga lingkungan membuat sulit untuk mengumpulkan kembali kaderisasi yang sudah dibangun lama. Sehingga meskipun lingkungan mereka berbeda dalam berkegiatan Mudika mereka selalu bersama dan tetap satu. Karena jika dipisah akan sulit mencari seorang pengurus yang sudah solit itu.
Awalnya hanya sebatas obrolan dan ide basa-basi. Tanpa sengaja Ria dan Anggung bertemu di suatu acara resepsi pernikahan. Dari obrolan sambil prasmanan itu, pembicaraan yang tadinya hanya koor dan lagu-lagu liturgi berkembang untuk lebih mengakrabkan diri. Tidak hanya mereka berdua tapi melibatkan dua Mudika yang berbeda wilayah dan lingkungan untuk mengadakan acara. Kebetulan keduanya sama-sama sebagai Ketua Mudika sehingga dari hanya sekedar ide tadi mereka teruskan ke teman-teman pengurus di Mudika masing-masing. Jika hanya Ide dan gagasan tanpa ditindaklanjuti tetap hanya menjadi sebuah pemikiran. Rapat sesama penguruspun dilakukan. Sepakatlah mereka untuk mengadakan acara keakraban antara “Mudika Socchissora” dan “Mudika Bramin”.
Dengan api yang tak kunjung padam
Selalu membakar dalam kalbu
Dengan semangat yang membara juga jiwa muda yang suka tantangan, diskusi tentang kegiatan apa yang akan dilaksanakan menjadi bagian yang menarik. “Brain Strorming” ini melibatkan para pengurus Mudika keduanya. Dari ide awal yang inginnya hanya bisa kenal satu sama lain melebar sampai “Sumpah Pemuda” karena acara yang akan diselenggarakan tanggal 28 Oktober 2007. Lebih melebar lagi kadang-kadang ngelantur sampai “Ajaran Sosial Gereja”, kadang juga menyinggung “Monoteisme” sehingga keinginan dan ide mereka sangat banyak namun sulit untuk mewujudkannya. Lalu setelah dikerucutkan dari jabaran gagasan yang beraneka macam itu mereka menyepakati bahwa tema kegiatan keakraban mereka adalah “Mudika = Mumet di Kepala”. Tema itu muncul dari pemikiran bahwa sangat sulit dan memusingkan ternyata mengurusi organisasi yang namanya Mudika itu.
Setelah beberapa kali rapat akhirnya jenis kegiatan yang disepakati adalah “outbound”. Persiapan teknispun dilakukan mulai dari membuat susunan panitia, membuat proposal, bagaimana menggalang dana agar kegiatan itu terwujud. Mas Anton yang dipercaya oleh teman-teman untuk menjadi ketua panitia dalam kegiatan ini. Berkat kerja keras panitia acara inipun bisa dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2007 di Gereja Pringgolayan yang mengambil tempat di halaman luarnya.
Masa mudaku masa yang terindah
Masa Tuhan memanggilku
Acara inti dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, para peserta diajak untuk merefleksikan kitap suci. Mereka disuruh membaca secara detil salah satu perikop dan mengartikannya kata demi kata. Lalu benda-benda yang ada di alam sekitar mereka yang ada di perikop itu mereka cari dan kumpulkan kecuali manusia. Dalam sesi ini para mudika diajak untuk kembali menyadari bahwa Allah menciptakan manusia, bumi beserta isinya. Manusia dituntut untuk mencintai dan menjaga keindahan alam sekitar mereka. Kecepatan, ketelitian, dan kemampuan memahami bahasa menjadi kunci dalam sesi ini.
Sesi kedua, peserta diajak untuk melewati 4 pos. Sebelumnya untuk menentukan siapa kelompok yang jalan dulu mereka harus melewati permainan tembak-tembakan. Di Pos pertama mereka akan bertemu dengan permainan kecepatan dan ketangkasan. Di Pos kedua, mereka akan bertemu dengan permainan “cecongoran” yang melatih wawasan mereka dan kecepatan berpikir. Di Pos tiga mereka akan bertemu dengan permainan “gentong bocor” yang melatih mereka bekerjasama, cepat, dan kompak. Di Pos keempat mereka akan merefleksikan apa yang mereka pahami dan maknai di ketiga pos sebelumnya.
Acara terakhir adalah memilih siapa yang menurut mereka dalam kelompok itu memiliki jiwa kepemimpinan yang paling tinggi lalu juga menentukan acara apa yang menurut mereka paling baik dilakukan antara Mudika Paroki Bintaran dan Mudika Stasi Pringgolayan. Dari hasil poling yang dilakukan, Mas Erwan dari Bramin memiliki skor tertinggi dalam perolehan suara “Orang yang memiliki leadership paling tinggi dalam kelompok mereka”. Kemudian acara weekend yang ada unsur menginapnya menjadi pilihan paling banyak dalam poling tersebut.
Masa mudaku masa yang kukenang
Kutinggalkan semua dosaku
La la la la la…..
Gereja Pringgolayan, 28 Oktober 2007
1 comment:
senengnya ngeliat mudika lagi .
Post a Comment