Inilah pertanyaan dasar yang sering ditanyakan dan perlu kita jawab. Kadang juga mungkin kita risih harus menjawab pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda. Misalnya, Siapa sih pacarmu sekarang? Apakah masih dengan yang dulu? Bahkan sering juga ada pertanyaan: Apakah kamu sudah punya pacar sekarang? Pertanyaan yang biasanya dilontarkan oleh teman-teman lama kita yang lama tidak bertemu ketika usia kita masih muda. Begitu memasuki usia matang atau 25 tahun ke atas. Pertanyaan yang diajukan akan berubah lagi, Kapan kamu menikah? Teman-temanmu sudah pada nikah, Kapan kamu nyusul? Bahkan dengan mereka yang sudah punya anak, mungkin logika pertanyaan yang diajukan akan sama dengan masalah yang mereka hadapi setiap hari. Karena mereka sudah sampai di tingkat itu. Sekarang anakmu sudah berapa? Bagi mereka yang sudah melewati semua tingkat itu akan mudah dan enteng menjawabnya. Namun bagi mereka yang belum, seolah pertanyaan itu berada jauh di awang-awang sana. Lalu pertanyaan intinya, akan dibawa ke mana semua arah pertanyaan itu?
Untuk masalah pacaran dulu. Biasanya mereka yang menjalani pacaran karena mereka sudah saling mencintai. Cinta [1]adalah perasaan kasih sayang yang muncul dari hati yang tulus. Dengan munculnya rasa cinta maka kita akan berusaha melakukan apa saja untuk dapat memilikinya dengan baik Cinta dapat muncul dimana saja, kapan saja dan oleh siapapun. Persepsi orang tentang cinta akan lain-lain, ada yang menyatakan cinta itu indah, cinta itu buta, cinta itu kejam, dll. Tetapi pada dasarnya cinta itu suci dan indah.
Pacaran yang dilandasi dengan semangat saling mencintai akan berjalan dengan baik karena tujuan mereka pacaran adalah untuk saling tukar energi untuk mewujudkan kasih. Cinta dalam setiap diri manusia sebenarnya adalah energi murni yang terdalam. Energi itu akan semakin kuat jika mereka mendapat dukungan dari energi murni di luar dirinya. Pada titik-titik tertentu ketika energi antara dua manusia bertemu dan saling mensuport akan dirasakan energi itu akan melewati semua lapisan yang menembus aura terluar sehingga mereka yang dipenuhi energi cinta, aura cemerlang akan memancar dari dalam dirinya. Namun ini energi murni yang tidak bisa dimanipulasi begitu energi lain yang menjadi lawan energi cinta tadi seperti benci, marah, takut, merasuk. Aura cahaya cinta itupun akan memudar dengan semakin kuatnya energi gelap yang mulai merasuk[2]. Sayangnya banyak anak remaja yang kurang bisa memahami ini sehingga cinta bagi mereka hanya merupakan polesan di bibir dan mereka tidak bisa memaknai kata itu dengan energi yang mengikutinya kemudian. Hal yang paling sederhana adalah ucapan itu akan diikuti oleh perbuatan. Apa yang ada di pikiran seseorang otomatis akan bereaksi pada gerak tubuh dan perbuatan. Hal ini sebenarnya sangat mudah. Pohon itu akan dinilai dari buahnya. Ucapan cinta dari bibir seseorang jika berbuah perbuatan yang baik misal saling mendukung dalam sekolah, kuliah, ataupun kerja dan membuahkan perbuatan baik seperti sopan, saling menghargai, saling menghormati, dan memahami berarti ungkapan cinta itu tidak perlu diragukan lagi. Namun kadang bagi yang kurang bisa jeli ketika cinta itu hanya polesan untuk mewujudkan napsu. Pola tindakannya dan apa yang ada di pikirannya juga akan kelihatan arah dari perbuatan itu ke mana. Misal ternyata hubungan mereka menjadi hubungan yang saling membatasi dan menjadi mengekang dan tidak bisa saling mengembangkan diri ini adalah awal hubungan dari energi negatif yang mulai merasuk. Jika gejala awal negatif sudah dirasa sebaiknya jangan diteruskan arah hubungan itu karena sudah jelas buahnya yang dipetik kemudian akan menjadi tidak baik. Jangan melekat pada energi negatif itu tinggalkan saja carilah energi positif di mana energi murni alam semesta berada. Sebab energi negatif itu akan menyerap habis energi positif kita. Untuk menutup kekurangan energi yang dimiliki orang akan berusaha sekuat tenaga untuk mengambil energi dari orang lain. Jika yang punya energi positip bisa stabil dan mempertahankan alur energinya tidak akan menjadi masalah namun jika dia belum stabil dan masih labil hal inilah yang menjadi kendala.
Banyak kasus juga dalam pacaran mereka terjadi hubungan seks pranikah. Nafsu atau hasrat seksual adalah dorongan yang alamiah karena memang kita manusia. Namun karena kemanusiaan kita itulah kita juga diberi karunia untuk mengendalikannya. Bagi yang belum menikmati puncaknya, seks seakan segala-galanya. Bagi yang sudah mencapai pencerahan, seks bukanlah apa-apa[3]! Seksualitas merupakan salah satu dari beberapa dimensi terpenting dalam diri setiap orang. Disadari atau tidak, seksualitas punya pengaruh kuat pada setiap orang, sekurang-kurangnya dalam berkomunikasi dengan sesama manusia. Salah satu bagian penting dari seksualitas adalah seks, yakni alat kelamin. Berbeda dari gender, yang berasal dari masyarakat, seks berasal dari Sang Pencipta sendiri. Justru karena berasal dari Sang Pencipta, seks itu pada dasarnya merupakan sesuatu yang baik, bermanfaat, dan perlu bagi kehidupan. Tujuan penciptaan seks oleh Sang Pencipta ini sekurang-kurangnya ada dua, yakni: demi regenerasi dan demi unifikasi. Sang Pencipta rupanya menciptakan seks pada manusia agar pria dan wanita, dengan bekerja sama, dapat menurunkan manusia-manusia baru dan dapat bersatu untuk saling mendukung dan melengkapi[4].
Kesalah pahaman tentang seks ternyata banyak dialami, mereka terjebak pada hedonistik yang mengunggulkan kenikmatan sesaat padahal penderitaan berkepanjangan sesudahnya menanti dengan senyuman. Obat kuat, NAPZA, terbukti menjadi pelarian dari mereka yang terjebak oleh budaya instant. Banyak yang berkubang di dalamnya dan sulit untuk keluar. Padahal kita memiliki khasanah pengetahuan mengenai seks yang konon tidak sedikit jumlahnya dan sudah lama ada di kalangan rakyat kecil pinggiran, yang sekarang bahkan sudah hampir punah, karena tidak ada yang membuka dan menyebarkannya untuk umum. Khasanah pengetahuan tersebut lebih merupakan sebagai wacana lisan di kalangan rakyat kecil, “kandane wong cilik”,”obrolan nang gardhu ronda”, “omongan bocah kampung”, rerasan nang kebon suwung’, secara lebih mentereng dapat dianggap sebagai pengetahuan nasehat, ajaran, “wewarah/piwulang/pitutur”;sedangkan secara sok mistis dapat juga disebut sebagai semacam ngelmu, yang konon hidup di dalam sementara masyarakat marginal di Jawa pada umumnya dan sekitar Yogyakarta pada khususnya. Sifatnya “tersembunyi”, hanya dikenal dalam kalangan terbatas, karena oleh umum cenderung dipandang saru, jorok, kasar, dan tidak layak dibicarakan.[5]
Pendidikan seks yang dalam arti luas adalah ilmu pengendalian diri memang harus diberikan kepada anak didik sejak dini. Jangan sampai terlambat sehingga anak mendapat informasi dari pihak yang salah. Inginnya enak e..malah jadi anak. Energi seks adalah energi dasar dan sebagai dasar harus diolah dengan benar. Energi ini jika diolah akan menghasilkan energi spiritual yang luar biasa. Pengolahan energi seks untuk menggapai ketinggian spiritual. Mengelola berarti memproses. Setelah diolah dan “menghasilkan” apa yang biasa disebut Kundalini, by-product-nya, sisa energinya masih dapat digunakan untuk kegiatan seks…dan, percaya-tak percaya, sekalipun by-product “kualitas” energi itu jauh melebihi kualitas energi kita saat ini yang belum diolah. Intinya: tanpa diolah, sesungguhnya kita menghamburkan energi. Tidak ada Kundalini, tak ada pula by-product yang berkualitas itu[6].
Sekali lagi kegiatan seks adalah kegiatan yang dilakukan dengan pengendalian tinggi dan membutuhkan waktu dan proses yang lama untuk menyeimbangkan energi. Hal ini tidak bisa diperoleh dengan singkat dan dengan budaya instant seperti obat kuat apalagi NAPZA. Untuk kegiatan seksual yang menghasilkan kualitas energi yang baik dibutuhkan waktu yang lama dengan pasangan yang tetap. Hal ini hanya bisa dimungkinkan lewat pernikahan. Pernikahan di sini adalah pernikahan yang didasari atas landasan cinta kasih untuk persembahan kepada Sang Pencipta. Bukan pernikahan karena sudah terlanjur isi berapa bulan dan agar keluarga atau ayah ibu tidak malu di mata masyarakat. Persembahan yang baik memang perlu waktu panjang dan lama untuk persiapannya.
Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi generasi muda agar tidak terjebak ke jalan yang kurang bijak maka “Paduan Suara Fidelis” memandang perlu untuk mengadakan kegiatan tentang pemahaman arti pacaran dan seksualitas. Acara ini diselenggarakan dalam acara weekend intern di Griya Samaria Kaliurang. Tema kegitan weekend ini adalah “Pacaran Sehat Ala Katolik”. Acara yang berlangsung pada tanggal 20-21 Oktober 2007 ini dipandu oleh Romo Kristianto, PR pada hari Minggunya tanggal 21 dari pukul 9.30 sampai selesai. Pada hari Sabtu malam tanggal 20 Oktober, para peserta diajak untuk berefleksi masing-masing tentang arti pacaran dan cinta yang pernah mereka alami. Sharing pengalaman pada malam hari itu setelah sebelumnya diisi dengan beberapa permainan, bisa melatih para anggota untuk minimal jujur pada diri sendiri juga bagaimana belajar dewasa membentuk organisasi atau komunitas yang bisa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing anggotanya untuk bisa saling melengkapi.
Pada kesempatan itu, Romo Kristianto membagi penyampaian ajarannya menjadi dua pokok bahasan: pertama, ajaran tentang Perkawinan Katolik yang pada intinya bersifat Unitif-Eksklusif, Indissolubile (tak terceraikan), Sakramental (sejak terjadinya consensus/ perjanjian antara keduanya). Kekhasan Perkawinan Katolik juga termuat dalam dokument K.1055 KHK 1983 “Dengan perjanjian (seorang) pria dan (seorang) wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami isteri serta kelahiran anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibabtis diangkat ke martabat Sakramen”. Cinta Kristus adalah dasar perkawinan Katolik. Hal ini ditauladankan bagaimana Cinta Kristus pada Gereja-Nya sehingga panggilan suami-istri mencintai timbal balik sehingga melakukan hubungan seksual secara sukarela dan kesatuan hati. Kedua, ajaran tentang Pacaran Sehat sebagai persiapan menuju perkawinan bahagia. Dari beberapa hasil penelitian dampak dari sekularisasi, hedonisme, materialisme, teknologi, utilitarianisme,egoisme, membawa dampak pada pola perilaku generasi muda dalam menyikapi arti hubungan dengan sesama manusia. Seks pra nikah menjadi pelarian dari kurang kuatnya pertahanan diri remaja dan kurangnya wawasan mereka tentang arti pentingnya seksualitas. Hal ini menjadikan dasar bahwa keluarga satu-satunya benteng pertahanan dari gempuran hal-hal yang kurang baik tersebut. Maka Pacaran yang sehat adalah pacaran yang mengarah ke “Courtship” bukan cuma “Dating” [7]sehingga mulai memikirkan arah membentuk keluarga yang abadi yang hanya akan dipisahkan oleh kematian.
Sebagai umat Katolik, ada dua pilihan jalan hidup yang bisa dipilih. Mau membina keluarga yang baik atau memilih jalan selibat seperti yang dijalani para romo, suster, dan bruder. Silahkan memilih semua keputusan ada di tangan anda (Akur).
[1] Lihat Oliev, 2004: Ungkapan Cinta Remaja Gaul
[2] Lihat James Redfield, Celestine Prophecy.
[3] Dari Khasanah “Kandane Wong Cilik” di Jawa Inilah Alternatif untuk Meningkatkan Kelaki-lakian Anda!
[4] Al. Purwa Hadiwardoyo, MSF.
[5] Jalu Suwangsa,2005: Jangkrik Jlitheng
[6] Anand Krishna 2006: Sexual Quotient
[7] Makalah dalam acara weekend “Pacaran Sehat sebagai persiapan menuju keluarga bahagia”.
Untuk masalah pacaran dulu. Biasanya mereka yang menjalani pacaran karena mereka sudah saling mencintai. Cinta [1]adalah perasaan kasih sayang yang muncul dari hati yang tulus. Dengan munculnya rasa cinta maka kita akan berusaha melakukan apa saja untuk dapat memilikinya dengan baik Cinta dapat muncul dimana saja, kapan saja dan oleh siapapun. Persepsi orang tentang cinta akan lain-lain, ada yang menyatakan cinta itu indah, cinta itu buta, cinta itu kejam, dll. Tetapi pada dasarnya cinta itu suci dan indah.
Pacaran yang dilandasi dengan semangat saling mencintai akan berjalan dengan baik karena tujuan mereka pacaran adalah untuk saling tukar energi untuk mewujudkan kasih. Cinta dalam setiap diri manusia sebenarnya adalah energi murni yang terdalam. Energi itu akan semakin kuat jika mereka mendapat dukungan dari energi murni di luar dirinya. Pada titik-titik tertentu ketika energi antara dua manusia bertemu dan saling mensuport akan dirasakan energi itu akan melewati semua lapisan yang menembus aura terluar sehingga mereka yang dipenuhi energi cinta, aura cemerlang akan memancar dari dalam dirinya. Namun ini energi murni yang tidak bisa dimanipulasi begitu energi lain yang menjadi lawan energi cinta tadi seperti benci, marah, takut, merasuk. Aura cahaya cinta itupun akan memudar dengan semakin kuatnya energi gelap yang mulai merasuk[2]. Sayangnya banyak anak remaja yang kurang bisa memahami ini sehingga cinta bagi mereka hanya merupakan polesan di bibir dan mereka tidak bisa memaknai kata itu dengan energi yang mengikutinya kemudian. Hal yang paling sederhana adalah ucapan itu akan diikuti oleh perbuatan. Apa yang ada di pikiran seseorang otomatis akan bereaksi pada gerak tubuh dan perbuatan. Hal ini sebenarnya sangat mudah. Pohon itu akan dinilai dari buahnya. Ucapan cinta dari bibir seseorang jika berbuah perbuatan yang baik misal saling mendukung dalam sekolah, kuliah, ataupun kerja dan membuahkan perbuatan baik seperti sopan, saling menghargai, saling menghormati, dan memahami berarti ungkapan cinta itu tidak perlu diragukan lagi. Namun kadang bagi yang kurang bisa jeli ketika cinta itu hanya polesan untuk mewujudkan napsu. Pola tindakannya dan apa yang ada di pikirannya juga akan kelihatan arah dari perbuatan itu ke mana. Misal ternyata hubungan mereka menjadi hubungan yang saling membatasi dan menjadi mengekang dan tidak bisa saling mengembangkan diri ini adalah awal hubungan dari energi negatif yang mulai merasuk. Jika gejala awal negatif sudah dirasa sebaiknya jangan diteruskan arah hubungan itu karena sudah jelas buahnya yang dipetik kemudian akan menjadi tidak baik. Jangan melekat pada energi negatif itu tinggalkan saja carilah energi positif di mana energi murni alam semesta berada. Sebab energi negatif itu akan menyerap habis energi positif kita. Untuk menutup kekurangan energi yang dimiliki orang akan berusaha sekuat tenaga untuk mengambil energi dari orang lain. Jika yang punya energi positip bisa stabil dan mempertahankan alur energinya tidak akan menjadi masalah namun jika dia belum stabil dan masih labil hal inilah yang menjadi kendala.
Banyak kasus juga dalam pacaran mereka terjadi hubungan seks pranikah. Nafsu atau hasrat seksual adalah dorongan yang alamiah karena memang kita manusia. Namun karena kemanusiaan kita itulah kita juga diberi karunia untuk mengendalikannya. Bagi yang belum menikmati puncaknya, seks seakan segala-galanya. Bagi yang sudah mencapai pencerahan, seks bukanlah apa-apa[3]! Seksualitas merupakan salah satu dari beberapa dimensi terpenting dalam diri setiap orang. Disadari atau tidak, seksualitas punya pengaruh kuat pada setiap orang, sekurang-kurangnya dalam berkomunikasi dengan sesama manusia. Salah satu bagian penting dari seksualitas adalah seks, yakni alat kelamin. Berbeda dari gender, yang berasal dari masyarakat, seks berasal dari Sang Pencipta sendiri. Justru karena berasal dari Sang Pencipta, seks itu pada dasarnya merupakan sesuatu yang baik, bermanfaat, dan perlu bagi kehidupan. Tujuan penciptaan seks oleh Sang Pencipta ini sekurang-kurangnya ada dua, yakni: demi regenerasi dan demi unifikasi. Sang Pencipta rupanya menciptakan seks pada manusia agar pria dan wanita, dengan bekerja sama, dapat menurunkan manusia-manusia baru dan dapat bersatu untuk saling mendukung dan melengkapi[4].
Kesalah pahaman tentang seks ternyata banyak dialami, mereka terjebak pada hedonistik yang mengunggulkan kenikmatan sesaat padahal penderitaan berkepanjangan sesudahnya menanti dengan senyuman. Obat kuat, NAPZA, terbukti menjadi pelarian dari mereka yang terjebak oleh budaya instant. Banyak yang berkubang di dalamnya dan sulit untuk keluar. Padahal kita memiliki khasanah pengetahuan mengenai seks yang konon tidak sedikit jumlahnya dan sudah lama ada di kalangan rakyat kecil pinggiran, yang sekarang bahkan sudah hampir punah, karena tidak ada yang membuka dan menyebarkannya untuk umum. Khasanah pengetahuan tersebut lebih merupakan sebagai wacana lisan di kalangan rakyat kecil, “kandane wong cilik”,”obrolan nang gardhu ronda”, “omongan bocah kampung”, rerasan nang kebon suwung’, secara lebih mentereng dapat dianggap sebagai pengetahuan nasehat, ajaran, “wewarah/piwulang/pitutur”;sedangkan secara sok mistis dapat juga disebut sebagai semacam ngelmu, yang konon hidup di dalam sementara masyarakat marginal di Jawa pada umumnya dan sekitar Yogyakarta pada khususnya. Sifatnya “tersembunyi”, hanya dikenal dalam kalangan terbatas, karena oleh umum cenderung dipandang saru, jorok, kasar, dan tidak layak dibicarakan.[5]
Pendidikan seks yang dalam arti luas adalah ilmu pengendalian diri memang harus diberikan kepada anak didik sejak dini. Jangan sampai terlambat sehingga anak mendapat informasi dari pihak yang salah. Inginnya enak e..malah jadi anak. Energi seks adalah energi dasar dan sebagai dasar harus diolah dengan benar. Energi ini jika diolah akan menghasilkan energi spiritual yang luar biasa. Pengolahan energi seks untuk menggapai ketinggian spiritual. Mengelola berarti memproses. Setelah diolah dan “menghasilkan” apa yang biasa disebut Kundalini, by-product-nya, sisa energinya masih dapat digunakan untuk kegiatan seks…dan, percaya-tak percaya, sekalipun by-product “kualitas” energi itu jauh melebihi kualitas energi kita saat ini yang belum diolah. Intinya: tanpa diolah, sesungguhnya kita menghamburkan energi. Tidak ada Kundalini, tak ada pula by-product yang berkualitas itu[6].
Sekali lagi kegiatan seks adalah kegiatan yang dilakukan dengan pengendalian tinggi dan membutuhkan waktu dan proses yang lama untuk menyeimbangkan energi. Hal ini tidak bisa diperoleh dengan singkat dan dengan budaya instant seperti obat kuat apalagi NAPZA. Untuk kegiatan seksual yang menghasilkan kualitas energi yang baik dibutuhkan waktu yang lama dengan pasangan yang tetap. Hal ini hanya bisa dimungkinkan lewat pernikahan. Pernikahan di sini adalah pernikahan yang didasari atas landasan cinta kasih untuk persembahan kepada Sang Pencipta. Bukan pernikahan karena sudah terlanjur isi berapa bulan dan agar keluarga atau ayah ibu tidak malu di mata masyarakat. Persembahan yang baik memang perlu waktu panjang dan lama untuk persiapannya.
Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi generasi muda agar tidak terjebak ke jalan yang kurang bijak maka “Paduan Suara Fidelis” memandang perlu untuk mengadakan kegiatan tentang pemahaman arti pacaran dan seksualitas. Acara ini diselenggarakan dalam acara weekend intern di Griya Samaria Kaliurang. Tema kegitan weekend ini adalah “Pacaran Sehat Ala Katolik”. Acara yang berlangsung pada tanggal 20-21 Oktober 2007 ini dipandu oleh Romo Kristianto, PR pada hari Minggunya tanggal 21 dari pukul 9.30 sampai selesai. Pada hari Sabtu malam tanggal 20 Oktober, para peserta diajak untuk berefleksi masing-masing tentang arti pacaran dan cinta yang pernah mereka alami. Sharing pengalaman pada malam hari itu setelah sebelumnya diisi dengan beberapa permainan, bisa melatih para anggota untuk minimal jujur pada diri sendiri juga bagaimana belajar dewasa membentuk organisasi atau komunitas yang bisa menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing anggotanya untuk bisa saling melengkapi.
Pada kesempatan itu, Romo Kristianto membagi penyampaian ajarannya menjadi dua pokok bahasan: pertama, ajaran tentang Perkawinan Katolik yang pada intinya bersifat Unitif-Eksklusif, Indissolubile (tak terceraikan), Sakramental (sejak terjadinya consensus/ perjanjian antara keduanya). Kekhasan Perkawinan Katolik juga termuat dalam dokument K.1055 KHK 1983 “Dengan perjanjian (seorang) pria dan (seorang) wanita membentuk kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami isteri serta kelahiran anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibabtis diangkat ke martabat Sakramen”. Cinta Kristus adalah dasar perkawinan Katolik. Hal ini ditauladankan bagaimana Cinta Kristus pada Gereja-Nya sehingga panggilan suami-istri mencintai timbal balik sehingga melakukan hubungan seksual secara sukarela dan kesatuan hati. Kedua, ajaran tentang Pacaran Sehat sebagai persiapan menuju perkawinan bahagia. Dari beberapa hasil penelitian dampak dari sekularisasi, hedonisme, materialisme, teknologi, utilitarianisme,egoisme, membawa dampak pada pola perilaku generasi muda dalam menyikapi arti hubungan dengan sesama manusia. Seks pra nikah menjadi pelarian dari kurang kuatnya pertahanan diri remaja dan kurangnya wawasan mereka tentang arti pentingnya seksualitas. Hal ini menjadikan dasar bahwa keluarga satu-satunya benteng pertahanan dari gempuran hal-hal yang kurang baik tersebut. Maka Pacaran yang sehat adalah pacaran yang mengarah ke “Courtship” bukan cuma “Dating” [7]sehingga mulai memikirkan arah membentuk keluarga yang abadi yang hanya akan dipisahkan oleh kematian.
Sebagai umat Katolik, ada dua pilihan jalan hidup yang bisa dipilih. Mau membina keluarga yang baik atau memilih jalan selibat seperti yang dijalani para romo, suster, dan bruder. Silahkan memilih semua keputusan ada di tangan anda (Akur).
[1] Lihat Oliev, 2004: Ungkapan Cinta Remaja Gaul
[2] Lihat James Redfield, Celestine Prophecy.
[3] Dari Khasanah “Kandane Wong Cilik” di Jawa Inilah Alternatif untuk Meningkatkan Kelaki-lakian Anda!
[4] Al. Purwa Hadiwardoyo, MSF.
[5] Jalu Suwangsa,2005: Jangkrik Jlitheng
[6] Anand Krishna 2006: Sexual Quotient
[7] Makalah dalam acara weekend “Pacaran Sehat sebagai persiapan menuju keluarga bahagia”.
No comments:
Post a Comment